Yang Tidak Mati Saat Tiupan Sangkakala di Akhir Zaman (3)
SEBAGIAN ulama berpendapat bahwa yang terkena sambaran pingsan adalah para syuhada saja, bukan semua orang mati, dan sebagian ulama lainnya menambahkan para nabi.
Alasan terbatasnya pingsan hanya pada para syuhada dan para nabi, sebagaimana dikatakan oleh Ahmad ibn ‘Umar, guru al-Qurhubi adalah:
Para syuhada setelah terbunuh dan mati, tetap hidup di sisi Tuhan, sambil mendapat rezeki dalam keadaaan bahagia dan gembira, seperti keadaan manusia yang hidup di dunia. Jika keadaan para syuhada seperti ini, maka para nabi lebih berhak dan lebih pantas lagi menerimanya. Tambahan lagi, dalam hadits-hadits shahih dikatakan bahwa bumi tidak memakan jasad para nabi, bahwa Nabi SAW pada malam Isra’ berkumpul dengan para nabi di Baitul Maqdis dan dengan Musa di langit, bahwa Allah SWT memberikan kepada Nabi Roh-Nya sehingga Allah menjawab salam setiap orang yang mengucapkan salam kepadanya, dan seterusnya, yang kesemuanya memastikan bahwa kematian para nabi hanyalah berarti menghilang dari pandangan kita, namun mereka jika sangkakala ditiup dengan tiupan kematian, matilah semua yang dilangir dan yang di bumi kecuali yang Allah kehendaki.
Al-Baihaqi berpendapat bahwa para syuhada dan para nabi terkena sambaran pingsan. Tentang pingsannya para nabi, ia berkata:
Menurut saya, mereka tetap hidup di sisi Tuhan, seperi para syuhada. Maka, ketika sagkakala diitup dengan tiupan yang pertama, mereka jatuh pingsan. Mereka tidak mati dalam pengertian secara total, melainkan sekedar hilang kesadaran. Dan Nabi SAW telah mengatakan bahwa Musa mungkin termasuk yang Allah kecualikan. Jika ia termasuk dari mereka yang dikecualikan, maka kesdarannya tidak hilang pada kejadian itu karena ia sudah pernah pingsan saat di bukit.
Berdasarkan pemahaman ini, maka para nabi dan para syuhada termasuk orang-orang yang tidak sadarkan diri dan tidak termasuk dalam pengecualian. Dari Ibn ‘Abbas , Abu Hurairah, dan Sa’id ibn Jubair telah dinukil bahwa para nabi dan syuhada termasuk yang dikecualikan oleh Allah, dan Ibn Hajar menelusurinya sampai ke al-Baihaqi. Jika yang dimaksud adalah pengecualian mereka dari kematian, maka ini benar; jika yang dimaksud adalah pengecualian mereka dari ketidaksadaran diri yang menimpa orang-orang mati, sebagaimana ditunjukkan oleh hadits tentang Musa di atas, maka ini tidak benar.
BERSAMBUNG
Tidak ada komentar: